Contoh Tembang Macapat Pangkur dan Artinya
Tembang macapat pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur (nasihat),
pertemanan, dan cinta. Baik rasa cinta kepada anak, pendamping hidup,
Tuhan dan alam semesta. Banyak yang memaknai tembang macapat pangkur
sebagai salah satu tembang yang berbicara tentang seseorang yang telah
menginjak usia senja, dimana orang tersebut mulai mungkur atau
mengundurkan diri dari hal-hal keduniawian. Oleh karena itu sangat
banyak tembang-tembang macapat pangkur yang berisi nasihat-nasihat pada
generasi muda. (baca juga : Macapat Pangkur, Meninggalkan Urusan Duniawi)
Salah
satu contoh tembang macapat pangkur yang populer di masyarakat adalah
karya KGPAA Mangkunegoro IV yang tertuang dalam Serat Wedatama, pupuh I,
yakni :
Mingkar-mingkuring ukara(Membolak-balikkan kata)
Akarana karenan mardi siwi
(Karena hendak mendidik anak)
Sinawung resmining kidung
(Tersirat dalam indahnya tembang)
Sinuba sinukarta
(Dihias penuh warna )
Mrih kretarta pakartining ilmu luhung
(Agar menjiwai hakekat ilmu luhur)
Kang tumrap ing tanah Jawa
(Yang ada di tanah Jawa/nusantara)
Agama ageming aji.
(Agama “pakaian” diri)
Dari
tembang macapat pangkur diatas dapat ditafsirkan bahwa, perlu memilih
dan menggunakan kata-kata yang bijak dalam mendidik anak. Dari cara
bertutur orang tua harus bisa menjadi contoh yang baik, karena dengan
kata-kata yang baik tentu akan lebih nyaman untuk didengarkan. Mendidik
bisa melalui tembang yang dirangkai indah agar menarik, sehingga semua
nasihat-nasihat tentang ilmu luhur yang ada di tanah jawa dapat
dihayati, dan agama bisa menjadi salah satu ajaran dalam kehidupan diri.
Dalam
serat Wedhatama pupuh I ini, KGPAA Mangkunegoro IV memberi sebuah
gambaran akan pentingnya manusia untuk selalu belajar agar dapat
menguasai ilmu luhur. Yang dimaksut dengan ilmu luhur dalam konteks
kekinian tentu cerdas secara intelektual (IQ), cerdas secara emosi dan
spiritual (ESQ). Cerdas secara intelektual berarti dia pandai dalam
menggunakan logika-logika, sedangkan cerdas secara emosi dan spiritual
berarti ia mampu mengelola emosi, sikap, mampu membawa diri, dan
memiliki kesadaran tinggi atas dirinya dengan lingkungan dan Tuhannya.
Tembang
macapat pangkur di atas hanya merupakan tembang pembuka dalam serat
Wedhatama Pupuh I Pangkur. Dalam bait-bait tembang berikutnya KGPAA
Mangkunegoro IV dengan jelas juga memberi gambaran tentang perbedaan
orang-orang yang berilmu luhur dengan orang yang kurang ilmu.
Jinejer ing Wedhatama(Tersaji dalam serat Wedhatama)
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
(Agar jangan miskin budi pekerti)
Mangka nadyan tuwa pikun
(Padahal meskipun tua dan pikun)
Yen tan mikani rasa
(bila tak memahami rasa)
Yekti sepi sepa lir sepah asamun
(Tentu sangat kosong dan hambar seperti ampas buangan)
Samasane pakumpulan
(Ketika dalam pergaulan)
Gonyak-ganyuk nglelingsemi.
(Terlihat bodoh memalukan)
————————
Nggugu karsane priyangga,
(Menuruti kemauan sendiri)
Nora nganggo peparah lamun angling,
(Tanpa tujuan jika berbicara)
Lumuh ingaran balilu
(Tak mau dikatakan bodoh)
Uger guru aleman,
(Seolah pandai agar dipuji)
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu,
(Namun manusia yang telah mengetahui akan gelagatnya)
Sinamun samudana,
(Malah merendahkan diri)
Sesadoning adu manis.
(Menanggapi semuanya dengan baik)
——————————–
Si pengung nora nglegewa,
(Si bodoh tak menyadari)
Sangsayarda denira cacariwis,
(Semakin menjadi dalam membual)
Ngandhar-andhar angendukur,
(bicaranya ngelantur kesana-kemari)
Kandhane nora kaprah,
(Ucapannya salah kaprah)
Saya elok alangka longkangipun,
(Semakin sombong bicara tanpa jeda)
Si wasis waskitha ngalah,
(Si bijak mengalah)
Ngalingi marang sipingging.
(Menutupi ulah si bodoh)
————————-
Mangkono ilmu kang nyata,
(Begitulah ilmu yang benar)
Sanyatane mung we reseping ati,
(Sejatinya hanya untuk menentramkan hati)
Bungah ingaran cubluk,
(Senang jika dianggap bodoh)
Sukeng tyas yen den ina,
(Bahagia dihati bila dihina)
Nora kaya si punggung anggung gumunggung,
(Tak seperti Si bodoh yang haus pujian)
Ugungan sadina dina,
(Ingin dipuji tiap hari)
Aja mangkono wong urip.
(Jangan seperti itu manusia hidup)
———————-
Uripe sapisan rusak,
(Hidup sekali rusak)
Nora mulur nalare ting saluwir,
(Tidak berkembang akalnya berantakan)
Kadi ta guwa kang sirung,
(Seperti gua gelap yang angker)
Sinerang ing maruta,
(Diterjang angin)
Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung
(Bergemuruh bergema tanpa makna)
Pindha padhane si mudha,
(Seperti itulah anak muda kurang ilmu)
Prandene paksa kumaki.
(Namun sangat angkuh)
ConversionConversion EmoticonEmoticon